Photobucket   Photobucket   Photobucket   Adsense Indonesia  



Pak Kyai saya sering sampaikan “ Kalau lautan dijadikan tinta, pepohonan jadikan pena, daun-daun dijadikan kertas, seluruh manusia dan jin menulis nikmat Alloh SWT…maka lautan kering, pohon-pohon habis, daun-daun juga habis, manusia dan jin mati semua, nikmat Alloh SWT masih banyak yang belum tertulis. Disuruh menulis (menghitung) saja tidak mampu apalagi disuruh mbayar. Berapa ratus ribu harganya satu telinga, berapa juta nilainya satu biji mata? Wow, nggak akan terkira. Itu baru satu telinga dan satu biji mata... so, bagaimana dengan nikmat-nikmat yang lain.

Lalu apa hubungannya dengan judul tulisan ini—KAYA ! TAPI….—Nah ini yang akan kita bahas kali ini.
Disaaat kita melihat orang kaya dengan segala kekayaannya, dan disaat itu pula kita melihat diri kita yang notabene hidupnya cuma pas-pasan bahkan –mungkin—kekurangan, itu artinya kita membuka pintu syetan untuk menggoda kita. Menggoda supaya kita nggak bersyukur atas apa yang sudah kita punya, nggak bersyukur dengan apa yang ada. Padahal kalau nikmat itu nggak kita syukuri nantinya ia akan hilang. Tercabut.


“Kenapa Gue, dari dulu hidupnya kayak gini terus, kagak pernah berubah? kenapa Alloh swt menjadikan orang lain kaya,sedangkan saya miskin?”. Kalau sudah begini cara berpikirnya kita akan mudah terjerumus masuk dalam kategori orang-orang yang kufur nikmat.

Sebetulnya harta kekayaan, uang dan benda-benda itu nikmat kecil, lho!!. Rosululloh saw umpamakan seperti sayap nyamuk, …tuh kan. Nilainya masih kalah dengan nikmat enaknya makan, rumah, dan kesehatan. Orang bisa beli makanan enak tapi tidak bisa beli enaknya makan sehingga tiap hari perlu gonti-ganti menu makanan. Orang kaya mau mengorbankan uangnya untuk beli rumah. Apalagi kesehatan, ini lebih tinggi lagi nilainya. Kalau kita sudah bisa makan, sudah punya rumah (walau nggak mewah), badan kita sehat, berarti kita sudah punya sesuatu nikmat yang besar. Rosululloh saw bersabda “ siapa yang berpagi hari dalam keadaan aman di tempat tinggalnya, sehat wal ‘afiat badannya, memiliki makanan untuk sehari itu maka seolah-olah dunia dan seisinya telah berkumpul baginya (Tirmidzi, Ibnu Majah).

Dalam hadits diatas digambarkan, ternyata orang yang seolah-olah punya dunia seisinya bukanlah orang yang punya duit banyak, rumah megah, mobil mewah tapi cukup tiga perkara : tempat tinggal (rumah-nggak harus mewah), kesehatan, dan makanan. Kalau ada orang kaya tapi sakit terus, apa senangnya? Biasanya kata “TAPI” ini merusak kalimat sebelumnya.
”Sebetulnya kamu cantik tapi mata kamu, kok juling”, yah…cantiknya jadi hilang. “sebetulnya dia tampan...sih, tapi sayang giginya ompong lima”….yah, nggak jadi tampan dia. Kaya tapi sakit-sakitan terus…nggak mau, dong! Kaya tapi nggak boleh makan yang macem-macem, nggak boleh makan pedes, nggak boleh asin, nggak boleh makan yang manis…terus, apa enaknya! Kaya tapi kok nggak punya rumah, itu...kaya kayaan (nggak beneran).

Kalau nikmat harta itu nikmat kecil maka kita nggak boleh hasad / iri atas harta. Jangan nafsu-nafsu amat dengan harta sampai melanggar syariat, menukar agamanya. Kalau kita ditanya “sini, saya kasih duit satu juta, tapi mata kamu saya butakan” apa jawaban kita. Atau seperti ini “Mau nggak, dikasih uang satu milyar terus tangan dan kakimu dipotong? Nggak, dong! Atau yang seperti ini “ Nih, kamu diberi uang banyak, mobil, rumah yang bagus terus istri yang cantik tapi otakmu dirusak supaya kamu jadi gila….MAU? Waah…nggak mau, lah! Itu artinya tangan, mata, telinga, kaki adalah harta yang sangat berharga. Nilainya jutaan, miliaran bahkan lebih. Ternyata secara tidak sadar sebetulnya kita adalah orang kaya walaupun tak ada harta di sisi kita. Maka nikmat mana lagi yang akan kamu dustakan.Wallohu’alam.

Comments (0)